BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Munculnya
“bisnis retail” seperti mini market, super market, hypermarket dan sebagainya
adalah bagian dari modernisasi dari pasar tradisional yang memungkinkan orang
dapat berbelanja dengan fasilitas dan kenyaman serta pelayanan yang baik,
selain itu harga dari setiap produk yang cukup terjangkau. Perubahan perilaku
bisnis tersebut adalah bagian dari pengaruh perilaku pasar yang trend di luar
negeri yang kemudian masuk ke Indonesia sejak tahun 1990an, ditandai dengan
dibukanya perusahaan retail besar asal negeri sakura Jepang yaitu “SOGO”,
sejalan dengan itu mengundang banyak reaksi kritikan, disebabkan Super market
ini banyak diminati orang, yang berimplikasi pada persaingan pasar, utamanya
pada usaha menengah seperti toko produk barang sejenisnya yang nyaris gulung
tikar, bahkan sebagian kalangan menilai berdampak buruk terhadap perekonomian
di Indonesia, maka Kemudian dikeluarkannya keputusan presiden No. 99/1998, yang
menghapuskan larangan investor asing untuk masuk kedalam “bisnis retail” di
Indonesia.
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 112/th.
2007, didefinisikan bahwa format pasar swalayan terbagi atas tiga kategori
yaitu pertama, Minimarket yaitu produk dijualnya hanya kebutuhan rumah tangga,
makanan dan termasuk kebutuhan harian, jumlah produknya <5000 item, luas
gerainya maksimum 400m2, potensi penjualannya maksimum 200 juta dan area
parkirnya terbatas. Kedua, supermarket produk dijualnya adalah kebutuhan rumah
tangga, makanan, dan termasuk kebutuhan harian, jumlah produknya 5000-25000
item, luas gerainya 400-5000m2, area parkirnya sedang (memadai), potensi
penjualannya 200 juta-10 milliar. Ketiga, hypermarket produk yang dijualnya
adalah kebutuhan rumah tangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile,
fashion, furniture, dan lain-lain, luas gerainya >5000m2, area parkirnya
sangat besar, potensi penjualannya >10 milliar.
Kini
di kabupaten atau kota bahkan desa di Indonesia, “bisnis retail” mulai banyak
dilirik kalangan pengusaha, sebab memiliki pengaruh positif terhadap jumlah
lapangan pekerjaan dan keuntungannya yang menjanjikan, dengan sistem pemasaran
format self service, yaitu konsumen membayar di kasir yang telah disediakan.
Adanya sentuhan teknologi, yang terintegrasi pada perangkat lunak (software),
memudahkan pencatatan dengan menggunakan komputer, baik itu pencatatan
aktifitas dan transaksi dari administrator, kasir, kepala gudang dan lain
sebagainya, membuat manajemen atau pengelolaannya rapi dan terkontrol serta
laporan transaksi dapat di evaluasi setiap bulannya. Dari aspek sosialnya,
menciptakan budaya baru dalam berbelanja, yaitu adanya atmosfer berbelanja yang
lebih bersih dan nyaman.
Salah
satu kemudahan dan keuntungannya dalam membuka mini market yaitu hanya
menyiapkan lahan dan bangunan dengan kesepakatan lahan dan bangunan tersebut di
sewa selama 20 tahun oleh pemilik “bisnis retail”, kemudian akan menjadi hak
sepenuhnya dari pemilik lahan dan bangunan. Luas lahan yang perlu disiapkan pun
tidak begitu luas, Maksimumnya 400m2. Bahkan yang menariknya lagi orang bisa
berbelanja secara online.
1.2 TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah
ini adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan bisnis retail serta
pengaruh bisnis retail terhadap pertumbuhan ekonomi daerah ataupun ekonomi
nasional. Dan juga bisnis-bisnis retail yang signifikan dengan pertumbuhan
pasar rumah tangga, pasar komoditi, dan sector swasta.
BAB 2
PEMBAHASAN
Menurut Asosiasi Pengusaha Ritel
Indonesia (APRINDO), bisnis ritel atau usaha eceran di Indonesia mulai berkembang pada kisaran tahun 1980 an seiring
dengan mulai dikembangkannya
perekonomian Indonesia. Hal ini timbul sebagai akibat dari pertumbuhan
yang terjadi pada masyarakat kelas menengah, yang menyebabkan timbulnya
permintaan terhadap supermarket dan departement store (convenience store) di
wilayah perkotaan. Trend inilah yang
kemudian diperkirakan akan berlanjut di masa-masa yang akan datang. Hal lain
yang mendorong perkembangan bisnis ritel di Indonesia adalah adanya perubahan
gaya hidup masyarakat kelas menengah ke atas, terutama di kawasan perkotaan
yang cenderung lebih memilih berbelanja di
pusat perbelanjaan modern. Perubahan
pola belanja yang terjadi pada masyarakat perkotaan tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan berbelanja saja namun juga sekedar jalan-jalan dan mencari hiburan.
Berkembangnya usaha di industri ritel ini
juga diikuti dengan persaingan yang semakin ketat antara sejumlah
peritel baik lokal maupun peritel asing yang marak bermunculan di Indonesia.
Industri ritel di Indonesia saat ini
semakin berkembang dengan semakin
banyaknya pembangunan gerai-gerai baru di berbagai tempat. Kegairahan
para pengusaha ritel untuk
berlomba-lomba menanamkan investasi dalam
pembangunan gerai-gerai baru tidaklah sulit untuk dipahami. Dengan
pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 3% sejak tahun 2000 dan makin
terkendalinya laju inflasi, bisa menjadi
alasan mereka bahwa ekonomi Indonesia bisa menguat kembali di masa mendatang.
Ramainya industri ritel Indonesia
ditandai dengan pembukaan gerai-gerai
baru yang dilakukan oleh pengecer asing seperti Makro (Belanda),
Carrefour (Perancis), dan Giant (Malaysia, yang kemudian juga digandeng oleh PT
Hero Supermarket Tbk), yang tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta,
Makassar, Semarang, Bandung, Yogyakarta, dan lain sebagainya.
Penggolongan bisnis ritel di
Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan sifatnya, yaitu ritel yang bersifat
tradisional atau konvensional dan yang
bersifat modern. Ritel yang bersifat tradisional adalah sejumlah
pengecer atau pedagang eceran yang
berukuran kecil dan sederhana, misalnya toko-toko kelontong, pengecer atau pedagang eceran yang berada di pinggir jalan, pedagang eceran yang
berada di pasar tradisional, dan lain sebagainya. Kelompok bisnis ritel ini
memiliki modal yang sedikit dengan fasilitas yang sederhana. Ritel modern
adalah sejumlah pedagang eceran atau
pengecer berukuran besar, misalnya dengan jumlah gerai yang cukup banyak
dan memiliki fasilitas toko yang sangat lengkap dan modern. Hasil survey
menurut AC Nielsen lima pengecer terbesar yang termasuk dalam kategori ritel
modern di Indonesia berdasarkan nilai penjualan adalah Matahari, Ramayana,
Makro, Carrefour, dan Hero. Konsep yang ditawarkan peritel modern beragam
seperti supermarket (swalayan), hypermarket, minimarket, departement store, dan
lain sebagainya.
Bisnis ritel
dapat pula dibagi menjadi tiga kelompok usaha perdagangan eceran yaitu:
1.
Grosir (pedagang besar) atau
hypermarket. Kelompok ini umumnya hanya ada di kota-kota besar dan jumlahnya sedikit. Di Indonesia yang termasuk
dalam kelompok ini adalah:
a) PT
Alfa Retailindo dengan nama gerai Alfa.
b) PT
Makro Indonesia dengan nama gerai Makro.
c) PT
Carrefour Indonesia dengan nama gerai Carrefour.
d) PT
Goro Batara Sakti dengan nama gerai Goro.
e) PT
Hero Supermarket dengan nama gerai Giant.
f) PT
Matahari Putra Prima dengan nama gerai Matahari.
2. Pengecer
besar atau menengah dengan jumlah gerai
sekitar 500 gerai.
3. Minimarket
modern. Pelaku kelompok ini tidak banyak namun mengalami perkembangan pesat.
Menurut
Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan Republik
Indonesia (1997), jenis-jenis perdagangan
eceran terdiri dari:
1. Pasar
tradisional, adalah tempat transaksi barang atau jasa antara penjual dan pembeli, yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a) Memperjualbelikan
barang/jasa kebutuhan sehari-hari secara eceran
b) Melibatkan
banyak pedagang eceran berskala kecil
c) Bangunan
dan fasilitas pasarnya relatif sederhana
d) Pemilikan
dan pengelolaannya umumnya oleh pemerintah daerah
2. Supermarket
(swalayan/rumah belanja), adalah pasar modern tempat penjualan barang-barang eceran yang berskala besar dengan pelayanan yang bersifat self
service. Kepemilikannya bisa dimiliki oleh satu orang atau lebih. Komoditi inti
yang dijual adalah barang-barang rumah
tangga, makanan, minuman, dan lain-lain.
3. Departement
Store (Toko Serba Ada), adalah pasar modern tempat penjualan barang-barang eceran yang berskala besar. Komoditi inti yang dijual adalah jenis-jenis fashion, seperti pakaian, sepatu,
tas, kosmestik, perhiasan, dan lain-lain. Pelayanan dibantu oleh pramuniaga dan adapula yang self service.
4. Pasar
Grosir, adalah tempat transaksi barang
atau jasa antara penjual dan pembeli
secara partai besar, untuk kemudian diperdagangkan kembali.
5. Pasar
Grosir tradisional, adalah pasar grosir dengan jumlah pedagang grosir relatif
banyak, seperti Pasar Tanah Abang Jakarta, Pasar Cipulir, Pasar Mangga Dua
Jakarta, dan lain sebagainya.
6. Pasar
Grosir Modern, adalah pasar grosir dengan pelayanan yang bersifat self service,
seperti Pasar Grosir Makro, Alfa, dan lain-lain.
7. Pusat
perbelanjaan/pusat perdagangan (mall/plaza/shopping center), adalah suatu arena
penjualan berbagai jenis komoditi yang terletak dalam satu gedung perbelanjaan.
Dalam pusat perbelanjaan terdapat
departement store, supermarket, dan toko-toko lain dengan berbagai macam
produk. Contohnya: Galeria Mall, Blok M Plaza, dan lain-lain.
8. Toko
bebas pajak (duty free shop), adalah tempat melakukan kegiatan usaha
perdagangan barang yang memperdagangkan barang-barang tanpa dikenakan pajak
sehingga dapat dibeli dengan harga yang murah namun tidak semua orang dapat
berbelanja di tempat tersebut. Biasanya pembeli harus menjadi anggota terlebih
dahulu dan diprioritaskan untuk orang asing. Toko ini berbentuk badan hukum.
9. Pasar
percontohan, merupakan suatu tempat berupa pasar fisik yang berada di daerah
yang perekonomiannya relatif terbelakang dan diharapkan dapat berkembang
mandiri serta mampu mendorong berkembangnya
potensi ekonomi daerah sekitarnya, Jenis barang yang diperjualbelikan adalah
barang-barang kebutuhan sehari-hari serta barang-barang hasil produksi pertanian dan kerajinan masyarakat
setempat.
10. Pertokoan,
adalah suatu wilayah yang terdapat bangunan toko-toko sepanjang jalan raya dan ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai pertokoan.
11. Pasar
induk, adalah pasar tempat transaksi barang atau jasa antara penjual dengan pembeli dalam partai besar untuk kemudian diperdagangkan kembali
ke pasar-pasar lainnya, seperti Pasar Induk Kramat Jati Jakarta dan Pasar Induk
Beras Cipinang.
Tahapan pada evolusi perkembangan industri
ritel sebagai berikut:
1. Era
sebelum tahun 1960 an: era perkembangan
ritel tradisional yang terdiri atas pedagang- pedagang independen.
2. Tahun
1960 an: Era perkenalan ritel modern dengan format departement store ditandai
denga dibukanya gerai ritel pertama Sarinah di Jl. MH. Thamrin Jakarta.
3. Tahun
1970-1980 an: Era perkembangan ritel
modern dengan format supermarket dan departement store, ditandai dengan
hadirnya peritel modern sepert Matahari, Hero, dan Ramayana.
4. Tahun
1990 an: Era perkembangan convenient store, yang ditandai dengan maraknya
pertumbuhan minimarket seperti Indomaret. Pertumbuhan high class departement
store, dengan masuknya Sogo, Metro, dan lainnya. Pertumbuhan format cash and
carry dengan berdirinya Makro, diikuti Goro, Alfa.
5. Tahun
2000-2010: Era perkembangan hypermarket
dan perkenalan e-retailing. Era ini
ditandai dengan hadirnya Carrefour dengan format hypermarket dan hadirnya
Lippo-Shop yang memperkenalkan e-retailingdi Indonesia berbasis pada pengguna
internet. Konsep ini masih asing dan sukar diterima oleh kebanyakan masyarakat
Indonesia yang masih terbiasa melakukan
perdagangan secara langsung. Selain format tersebut, terdapat pola pertumbuhan ritel dengan format waralaba.
Dalam
periode enam tahun terakhir, dari tahun 2007–2012, jumlah gerai ritel modern di
Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Pada tahun 2007,
jumlah usaha ritel di Indonesia masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada
tahun 2011 mencapai 18.152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia.
Pertumbuhan jumlah gerai tersebut tentu saja diikuti dengan pertumbuhan
penjualan.
Untuk
penyebaran toko, paling banyak di Pulau Jawa dengan 57 persen, dan Sumatera
dengan 22 persen, sisanya 21 persen ada di pulau lain. Bisnis ritel lebih cepat
tumbuh di pinggiran kota, karena banyaknya pemukiman di lokasi tersebut. Daerah
inilah yang menjadi target dari ritel modern jenis minimarket.
Berdasarkan
sebaran geografisnya, gerai-gerai Pasar Modern tersebut terkonsentrasi di Pulau
Jawa. Pada 2008, dari sekitar 11.866 gerai Pasar Modern, sekitar 83%
diantaranyaberlokasi di Pulau Jawa (Tabel 4). Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat
dan Jawa Timur senantiasa menjadi daerah dengan jumlah gerai Pasar Modern
terbanyak. Terkonsentrasinya gerai-gerai Pasar Modern di Pulau Jawa tidak lepas
dari kondisi dimana konsentrasi penduduk dan pusat perekonomian Indonesia
memang berada di pulau ini
Menurut
survei Nielsen dalam Hartati (2006), jumlah pusat perdagangan modern di
Indonesia, baik hipermarket, supermarket, minimarket, hingga convenience store,
meningkat hampir 7,4% selama periode 2003-2005. Dari total 1.752.437 gerai pada
tahun 2003 menjadi 1.881.492 gerai di tahun 2005. Hal tersebut justru berbanding
terbalik dengan pertumbuhan ritel tradisional yang tumbuh negatif sebesar
delapan persen per tahunnya selama periode tahun 2003-2005.
Sekalipun
mengalami penurunan jumlah toko yang menjual barang-barang konsumen sebesar 1,3
persen dari tahun 2010, jumlah toko di Indonesia merupakan terbesar kedua di
dunia setelah India. Jumlah toko (tradisional dan modern) di Indonesia mencapai
2,5 juta took hal ini dikutip dari Nielsen Executive Director Retail
Measurement Services Teguh Yunanto pada tanggal 15/3/2011.
Untuk
penyebaran toko, paling banyak di Pulau Jawa dengan 57 persen, dan Sumatera
dengan 22 persen, sisanya 21 persen ada di pulau lain. Namun, Teguh
menjelaskan, ritel lebih tumbuh di pinggiran kota, mengingat lokasi permukiman
banyak di daerah tersebut. Daerah inilah yang menjadi target dari ritel modern
jenis minimarket.
Ritel
modern tumbuh 38 persen dengan 18.152 toko di Indonesia, dibandingkan tahun
2009. Dari jumlah tersebut, sekitar 16.000 toko merupakan minimarket. Namun
format ritel modern lainnya, seperti supermarket justru turun 6 persen,
sedangkan hypermarket tumbuh 23 persen dengan 154 toko
Meskipun
dinilai memiliki potensi besar seiring daya beli masyarakatnya yang semakin
meningkat, pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia pada 2013 diprediksikan tidak
akan sebesar tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2013, pertumbuhan bisnis ini
berkisar antara 8-9 persen, lebih rendah dari 11-12 persen pada 2011-2012.
Menurut
Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia
antara 10%–15% per tahun. Penjualan ritel pada tahun 2006 masih sebesar Rp49
triliun, dan melesat hingga mencapai Rp120 triliun pada tahun 2011. Sedangkan
pada tahun 2012, pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama, yaitu 10%–15%, atau
mencapai Rp138 triliun. Jumlah pendapatan terbesar merupakan kontribusi dari
hipermarket, kemudian disusul oleh minimarket dan supermarket
Kota
dan Kabupaten Bogor sebagai kawasan pemukiman penduduk yang merupakan daerah
penyangga Jakarta, menjadi salah satu daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan
pasar modern yang cukup pesat selama periode tahun 1997- 2008. Dengan populasi
penduduk terbesar di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor yang pada tahun 2007
jumlah penduduknya mencapai 4.316.216 jiwa, menjadi kawasan yang menjanjikan
dalam perkembangan bisnis ritel. Begitupun dengan Kota Bogor yang pada tahun
2007 jumlah penduduknya mencapai 866.034 jiwa.
Penelitian
ini menganalisis laju pertumbuhan pasar tradisional dan pasar modern di Kota
dan Kabupaten Bogor serta faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan jumlah
pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor. Metode analisis yang digunakan adalah
metode analisis panel data menggunakan data sekunder berupa jumlah pasar modern
dan tradisional, populasi penduduk, jumlah rumah tangga, tingkat pendapatan per
kapita, jumlah jalan diaspal, potensi listrik negara (daya terpasang) di Kota
dan Kabupaten Bogor selama tahun 1997-2008. Hasil analisis menunjukan bahwa
pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor pada periode tahun 1998-2003 lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Bogor. Sedangkan pada
periode tahun 2003-2008, dimana era booming pasar modern mulai berlangsung,
pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
pasar modern di Kabupaten Bogor.
Jumlah
pasar tradisional di Kota Bogor pada periode tahun 1998-2003 mengalami
pertumbuhan positif sedangkan di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan yang
stagnan atau tidak terjadi pertumbuhan pasar tradisional pada periode tersebut.
Namun pada periode tahun 2003-2008 pertumbuhan pasar tradisional di Kota Bogor
mengalami pertumbuhan yang negatif. Sedangkan pertumbuhan pasar tradisional di
Kabupaten Bogor pada periode tahun 2003-2008 mengalami pertumbuhan yang
positif, dimana jumlah pasar tradisional bertambah sebanyak satu unit pada
periode tersebut. Faktor yang berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor adalah populasi
penduduk, jumlah rumah tangga dan tingkat pendapatan per kapita. Kenaikan pada
populasi penduduk, jumlah rumah tangga, dan pendapatan per kapita di Kota dan
Kabupaten Bogor menyebabkan jumlah pasar modern di Kota dan Kabupaten semakin
meningkat.
Oleh
karena itu, bisnis retail sangatlah berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah
maupun nasional. Karena penghasilan dari suatu bisnis retail, terlebih bisnis
retail modern dapat membantu pendapatan jumlah per-kapita pada suatu daerah
tertentu. Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk
di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian
pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut.
Pendapatan per kapita juga merefleksikan PDB per kapita. Pendapatan per kapita
sering digunakan sebagai tolok ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah
negara; semakin besar pendapatan per kapitanya, semakin makmur negara tersebut.
Meningkatnya
jumlah pendapatan perkapita itu dapat membantu suatu daerah untuk membangun
kualitas SDM yang terdapat di sana. Serta beberapa persen pendapatan bisnis
retail tersebut dapat disalurkan ke pendapatan nasional.
Peritel
merupakan distributor paling akhir karena langsung berhadapan dengan konsumen
sebagai pemakai akhir. Peritel membeli produk dari perusahaan manufaktur atau
distributor besar dan menjualnya kembali kepada konsumen. Peritel bekerjasama
erat dengan para pemasok dan
distributor. Beberapa peritel besar
dalam industri ritel yang dikenal luas di Indonesia adalah PT Contimas Utama
Indonesia (Carreffour) yang merupakan
bagian dari jajaran eceran raksasa yang induknya ada di Perancis.
Peritel lainnya adalah PT Hero Supermarket Tbk (Hero), PT Alfa Retailindo
(Alfa), PT Matahari Putera Prima (Matahari), PT Ramayana Lestari Sentosa
(Ramayana), PT Makro Indonesia, dan PT Indomarco Primastama (Indomaret). Selain
itu masih banyak lagi terdapat pemain-pemain lainnya berskala menengah maupun
kecil.
Matahari
yang berdiri sejak tahun 1958 pada tahun 2005 telah memiliki 77 gerai, 43
supermarket, 8 hipermarket, dan 105 Timezone. Pada tahun 2006 jumlah
hypermarket meningkat menjadi 18. Matahari sebagai pemimpin pasar di ritel
terus berubah dengan melakukan inovasi-inovasi baru di berbagai unit bisnisnya,
seperti perkembangan produk merek sendiri “Value Plus” yang ada di unit bisnis Matahari Supermarket. Matahari juga berhasil membuat terobosan baru dengan
membuka gerai Matahari China, yang merupakan gerai pertama Matahari di luar
Indonesia. Kids2kids yang merupakan “Specialty Store” Matahari Departement
Store ini gerai pertamanya dibuka di Mal Kelapa Gading Jakarta pada bulan
Oktober 2004. Pada tahun 2005 Kids2kids berhasil membuka 4 gerai baru. Private
Label MDS (Matahari Departement Store) yang telah memiliki lebih dari 17 brand
semakin ditingkatkan pengembangannya dalam segi kualitas dan berhasil
menggandeng Intertex untuk mendapatkan standar mutu produk Internasional. Pada tahun 2005
Matahari berhasil mendapatkan
penghargaan internasional sebagai “Gold-Top Retail” dari Retail Asia
Pacific. Matahari telah menerima penghargaan ini selama dua tahun
berturut-turut, dan hal ini merupakan penghargaan bergengsi dari dunia luar
atas keberhasilan bisnis Matahari di tahun 2004 dan 2005.
Sampai Februari 2005, gerai ritel di
Indonesia mencapai 2.720 unit yang dioperasikan oleh 62 perusahaan yang berhimpun dalam Aprindo (Asosiasi Pengusaha
Ritel Indonesia). Data omzet penjualan
menurut Aprindo:
Tabel
1.
Omzet
Penjualan Ritel
Tahun
|
Penjualan
|
2004
|
Rp
35 Triliun
|
2005
|
Rp
45 Triliun
|
Riset AC Nielsen tahun 2003
menyebutkan total penjualan ritel Indonesia per tahun di atas Rp 600 Triliun.
Di Indonesia tahun 2003 ada 267 departement store, 683 supermarket, 972 mini
market, dan 43 hypermarket. Survey AC Nielsen mencatat di antara beberapa bentuk ritel modern seperti supermarket,
minimarket, pusat grosir, dan hipermarket,
pertumbuhan paling cepat dialami hipermarket dengan data sebagai
berikut:
Tabel
2.
Data
Hypermarket
Tahun
|
Jumlah
Hipermarket
|
2003
|
43
Unit
|
2004
|
68
Unit
|
Pertumbuhan ritel modern di
Indonesia tentu saja menguntungkan konsumen karena semakin banyaknya pilihan belanja, namun di sisi lain
pangsa pasar ritel tradisional terdesak.
Adapun perkembangan jumlah ritel modern
sebagai berikut:
Tabel
3.
Jumlah
Ritel Modern
Tahun
|
Jumlah
|
2003
|
5.103
Unit
|
2004
|
6.804
Unit
|
Berdasarkan data AC Nielsen,
kontribusi penjualan pasar tradisional memang terus merosot. Pada tahun 2002
dominasi penjualan di segmen pasar tradisional mencapai 75%, maka pada tahun
berikutnya turun hanya 70%. Sebaliknya, ritel modern hypermarket pada tahun
2002 pangsa penjualan 3%, mengalami kenaikan berturut-turut tahun 2003 menjadi
5% dan tahun 2004 menjadi 7%.
Berdasarkan data AC Nielsen Asia
Pasifik Retail and Shopper Trend 2005 menyebutkan bahwa di negara-negara Asia
Pasifik (kecuali Jepang), pada tahun 1999– 2004 ratio keinginan masyarakat berbelanja di pasar tradisional dan pasar
modern sebagai berikut:
Tabel
4.
Rasio
Keinginan Masyarakat Berbelanja di Pasar Tradisional dan Pasar Modern
Tahun
|
Pasar
Tradisional
|
Pasar
Modern
|
1999
|
65%
|
35%
|
2000
|
63%
|
37%
|
2001
|
60%
|
40%
|
2002
|
52%
|
48%
|
2003
|
56%
|
44%
|
2004
|
53%
|
47%
|
Data ini menunjukkan bahwa
kecenderungan keinginan masyarakat
berbelanja di pasar tradisional menurun, sedangkan keinginan mayarakat
berbelanja di pasar modern meningkat dengan tingkat penurunan/kenaikan 2% per tahun.
KESIMPULAN
Bisnis
retail sangatlah berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional.
Karena penghasilan dari suatu bisnis retail, terlebih bisnis retail modern
dapat membantu pendapatan jumlah per-kapita pada suatu daerah tertentu.
Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu
negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan
nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per
kapita juga merefleksikan PDB per kapita. Pendapatan per kapita sering
digunakan sebagai tolok ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara;
semakin besar pendapatan per kapitanya, semakin makmur negara tersebut.
Meningkatnya
jumlah pendapatan perkapita itu dapat membantu suatu daerah untuk membangun
kualitas SDM yang terdapat di sana. Serta beberapa persen pendapatan bisnis
retail tersebut dapat disalurkan ke pendapatan nasional.
DAFTAR PUSTAKA