Rabu, 19 Maret 2014

Bisnis Ritel

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

            Munculnya “bisnis retail” seperti mini market, super market, hypermarket dan sebagainya adalah bagian dari modernisasi dari pasar tradisional yang memungkinkan orang dapat berbelanja dengan fasilitas dan kenyaman serta pelayanan yang baik, selain itu harga dari setiap produk yang cukup terjangkau. Perubahan perilaku bisnis tersebut adalah bagian dari pengaruh perilaku pasar yang trend di luar negeri yang kemudian masuk ke Indonesia sejak tahun 1990an, ditandai dengan dibukanya perusahaan retail besar asal negeri sakura Jepang yaitu “SOGO”, sejalan dengan itu mengundang banyak reaksi kritikan, disebabkan Super market ini banyak diminati orang, yang berimplikasi pada persaingan pasar, utamanya pada usaha menengah seperti toko produk barang sejenisnya yang nyaris gulung tikar, bahkan sebagian kalangan menilai berdampak buruk terhadap perekonomian di Indonesia, maka Kemudian dikeluarkannya keputusan presiden No. 99/1998, yang menghapuskan larangan investor asing untuk masuk kedalam “bisnis retail” di Indonesia.

            Berdasarkan Peraturan Pemerintah yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 112/th. 2007, didefinisikan bahwa format pasar swalayan terbagi atas tiga kategori yaitu pertama, Minimarket yaitu produk dijualnya hanya kebutuhan rumah tangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, jumlah produknya <5000 item, luas gerainya maksimum 400m2, potensi penjualannya maksimum 200 juta dan area parkirnya terbatas. Kedua, supermarket produk dijualnya adalah kebutuhan rumah tangga, makanan, dan termasuk kebutuhan harian, jumlah produknya 5000-25000 item, luas gerainya 400-5000m2, area parkirnya sedang (memadai), potensi penjualannya 200 juta-10 milliar. Ketiga, hypermarket produk yang dijualnya adalah kebutuhan rumah tangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile, fashion, furniture, dan lain-lain, luas gerainya >5000m2, area parkirnya sangat besar, potensi penjualannya >10 milliar.

            Kini di kabupaten atau kota bahkan desa di Indonesia, “bisnis retail” mulai banyak dilirik kalangan pengusaha, sebab memiliki pengaruh positif terhadap jumlah lapangan pekerjaan dan keuntungannya yang menjanjikan, dengan sistem pemasaran format self service, yaitu konsumen membayar di kasir yang telah disediakan. Adanya sentuhan teknologi, yang terintegrasi pada perangkat lunak (software), memudahkan pencatatan dengan menggunakan komputer, baik itu pencatatan aktifitas dan transaksi dari administrator, kasir, kepala gudang dan lain sebagainya, membuat manajemen atau pengelolaannya rapi dan terkontrol serta laporan transaksi dapat di evaluasi setiap bulannya. Dari aspek sosialnya, menciptakan budaya baru dalam berbelanja, yaitu adanya atmosfer berbelanja yang lebih bersih dan nyaman.

            Salah satu kemudahan dan keuntungannya dalam membuka mini market yaitu hanya menyiapkan lahan dan bangunan dengan kesepakatan lahan dan bangunan tersebut di sewa selama 20 tahun oleh pemilik “bisnis retail”, kemudian akan menjadi hak sepenuhnya dari pemilik lahan dan bangunan. Luas lahan yang perlu disiapkan pun tidak begitu luas, Maksimumnya 400m2. Bahkan yang menariknya lagi orang bisa berbelanja secara online.

1.2    TUJUAN

            Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan bisnis retail serta pengaruh bisnis retail terhadap pertumbuhan ekonomi daerah ataupun ekonomi nasional. Dan juga bisnis-bisnis retail yang signifikan dengan pertumbuhan pasar rumah tangga, pasar komoditi, dan sector swasta.

BAB 2
PEMBAHASAN
  
            Menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), bisnis ritel atau usaha eceran di Indonesia mulai  berkembang pada kisaran tahun 1980 an seiring dengan mulai dikembangkannya  perekonomian Indonesia. Hal ini timbul sebagai akibat dari pertumbuhan yang terjadi pada masyarakat kelas menengah, yang menyebabkan timbulnya permintaan terhadap supermarket dan departement store (convenience store) di wilayah  perkotaan. Trend inilah yang kemudian diperkirakan akan berlanjut di masa-masa yang akan datang. Hal lain yang mendorong perkembangan bisnis ritel di Indonesia adalah adanya perubahan gaya hidup masyarakat kelas menengah ke atas, terutama di kawasan perkotaan yang cenderung lebih memilih berbelanja di  pusat perbelanjaan modern. Perubahan  pola belanja yang terjadi pada masyarakat  perkotaan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan berbelanja saja namun juga sekedar jalan-jalan dan mencari hiburan. Berkembangnya usaha di industri ritel ini  juga diikuti dengan persaingan yang semakin ketat antara sejumlah peritel baik lokal maupun peritel asing yang marak  bermunculan di Indonesia.

            Industri ritel di Indonesia saat ini semakin berkembang dengan semakin  banyaknya pembangunan gerai-gerai baru di berbagai tempat. Kegairahan para  pengusaha ritel untuk berlomba-lomba menanamkan investasi dalam  pembangunan gerai-gerai baru tidaklah sulit untuk dipahami. Dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 3% sejak tahun 2000 dan makin terkendalinya laju inflasi,  bisa menjadi alasan mereka bahwa ekonomi Indonesia bisa menguat kembali di masa mendatang.

            Ramainya industri ritel Indonesia ditandai dengan pembukaan gerai-gerai  baru yang dilakukan oleh pengecer asing seperti Makro (Belanda), Carrefour (Perancis), dan Giant (Malaysia, yang kemudian juga digandeng oleh PT Hero Supermarket Tbk), yang tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Makassar, Semarang, Bandung, Yogyakarta, dan lain sebagainya.

            Penggolongan bisnis ritel di Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan sifatnya, yaitu ritel yang bersifat tradisional atau konvensional dan yang  bersifat modern. Ritel yang bersifat tradisional adalah sejumlah pengecer atau  pedagang eceran yang berukuran kecil dan sederhana, misalnya toko-toko kelontong,  pengecer atau pedagang eceran yang  berada di pinggir jalan, pedagang eceran yang berada di pasar tradisional, dan lain sebagainya. Kelompok bisnis ritel ini memiliki modal yang sedikit dengan fasilitas yang sederhana. Ritel modern adalah sejumlah pedagang eceran atau  pengecer berukuran besar, misalnya dengan jumlah gerai yang cukup banyak dan memiliki fasilitas toko yang sangat lengkap dan modern. Hasil survey menurut AC Nielsen lima pengecer terbesar yang termasuk dalam kategori ritel modern di Indonesia berdasarkan nilai penjualan adalah Matahari, Ramayana, Makro, Carrefour, dan Hero. Konsep yang ditawarkan peritel modern beragam seperti supermarket (swalayan), hypermarket, minimarket, departement store, dan lain sebagainya.

Bisnis ritel dapat pula dibagi menjadi tiga kelompok usaha perdagangan eceran yaitu:
1.      Grosir (pedagang besar) atau hypermarket. Kelompok ini umumnya hanya ada di kota-kota besar dan  jumlahnya sedikit. Di Indonesia yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
a)      PT Alfa Retailindo dengan nama gerai Alfa.
b)      PT Makro Indonesia dengan nama gerai Makro.
c)      PT Carrefour Indonesia dengan nama gerai Carrefour.
d)     PT Goro Batara Sakti dengan nama gerai Goro.
e)      PT Hero Supermarket dengan nama gerai Giant.
f)       PT Matahari Putra Prima dengan nama gerai Matahari.
2.      Pengecer besar atau menengah dengan  jumlah gerai sekitar 500 gerai.
3.      Minimarket modern. Pelaku kelompok ini tidak banyak namun mengalami  perkembangan pesat.

            Menurut Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan Republik Indonesia (1997),  jenis-jenis perdagangan eceran terdiri dari:
1.      Pasar tradisional, adalah tempat transaksi barang atau jasa antara  penjual dan pembeli, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a)      Memperjualbelikan barang/jasa kebutuhan sehari-hari secara eceran
b)      Melibatkan banyak pedagang eceran berskala kecil
c)      Bangunan dan fasilitas pasarnya relatif sederhana
d)     Pemilikan dan pengelolaannya umumnya oleh pemerintah daerah
2.      Supermarket (swalayan/rumah belanja), adalah pasar modern tempat penjualan  barang-barang eceran yang berskala  besar dengan pelayanan yang bersifat self service. Kepemilikannya bisa dimiliki oleh satu orang atau lebih. Komoditi inti yang dijual adalah  barang-barang rumah tangga, makanan, minuman, dan lain-lain.
3.      Departement Store (Toko Serba Ada), adalah pasar modern tempat penjualan  barang-barang eceran yang berskala  besar. Komoditi inti yang dijual adalah  jenis-jenis fashion, seperti pakaian, sepatu, tas, kosmestik, perhiasan, dan lain-lain. Pelayanan dibantu oleh  pramuniaga dan adapula yang self service.
4.      Pasar Grosir, adalah tempat transaksi  barang atau jasa antara penjual dan  pembeli secara partai besar, untuk kemudian diperdagangkan kembali.
5.      Pasar Grosir tradisional, adalah pasar grosir dengan jumlah pedagang grosir relatif banyak, seperti Pasar Tanah Abang Jakarta, Pasar Cipulir, Pasar Mangga Dua Jakarta, dan lain sebagainya.
6.      Pasar Grosir Modern, adalah pasar grosir dengan pelayanan yang bersifat self service, seperti Pasar Grosir Makro, Alfa, dan lain-lain.
7.      Pusat perbelanjaan/pusat perdagangan (mall/plaza/shopping center), adalah suatu arena penjualan berbagai jenis komoditi yang terletak dalam satu gedung perbelanjaan. Dalam pusat  perbelanjaan terdapat departement store, supermarket, dan toko-toko lain dengan berbagai macam produk. Contohnya: Galeria Mall, Blok M Plaza, dan lain-lain.
8.      Toko bebas pajak (duty free shop), adalah tempat melakukan kegiatan usaha perdagangan barang yang memperdagangkan barang-barang tanpa dikenakan pajak sehingga dapat dibeli dengan harga yang murah namun tidak semua orang dapat berbelanja di tempat tersebut. Biasanya pembeli harus menjadi anggota terlebih dahulu dan diprioritaskan untuk orang asing. Toko ini berbentuk badan hukum.
9.      Pasar percontohan, merupakan suatu tempat berupa pasar fisik yang berada di daerah yang perekonomiannya relatif terbelakang dan diharapkan dapat berkembang mandiri serta mampu mendorong berkembangnya  potensi ekonomi daerah sekitarnya, Jenis barang yang diperjualbelikan adalah barang-barang kebutuhan sehari-hari serta barang-barang hasil  produksi pertanian dan kerajinan masyarakat setempat.
10.  Pertokoan, adalah suatu wilayah yang terdapat bangunan toko-toko sepanjang  jalan raya dan ditetapkan oleh  pemerintah daerah sebagai pertokoan.
11.  Pasar induk, adalah pasar tempat transaksi barang atau jasa antara  penjual dengan pembeli dalam partai  besar untuk kemudian diperdagangkan kembali ke pasar-pasar lainnya, seperti Pasar Induk Kramat Jati Jakarta dan Pasar Induk Beras Cipinang.
           
Tahapan pada evolusi perkembangan industri ritel sebagai berikut:
1.      Era sebelum tahun 1960 an: era  perkembangan ritel tradisional yang terdiri atas pedagang- pedagang independen.
2.      Tahun 1960 an: Era perkenalan ritel modern dengan format departement store ditandai denga dibukanya gerai ritel pertama Sarinah di Jl. MH. Thamrin Jakarta.
3.      Tahun 1970-1980 an: Era  perkembangan ritel modern dengan format supermarket dan departement store, ditandai dengan hadirnya peritel modern sepert Matahari, Hero, dan Ramayana.
4.      Tahun 1990 an: Era perkembangan convenient store, yang ditandai dengan maraknya pertumbuhan minimarket seperti Indomaret. Pertumbuhan high class departement store, dengan masuknya Sogo, Metro, dan lainnya. Pertumbuhan format cash and carry dengan berdirinya Makro, diikuti Goro, Alfa.
5.      Tahun 2000-2010: Era  perkembangan hypermarket dan  perkenalan e-retailing. Era ini ditandai dengan hadirnya Carrefour dengan format hypermarket dan hadirnya Lippo-Shop yang memperkenalkan e-retailingdi Indonesia berbasis pada pengguna internet. Konsep ini masih asing dan sukar diterima oleh kebanyakan masyarakat Indonesia yang masih terbiasa melakukan  perdagangan secara langsung. Selain format tersebut, terdapat  pola pertumbuhan ritel dengan format waralaba.

            Dalam periode enam tahun terakhir, dari tahun 2007–2012, jumlah gerai ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Pada tahun 2007, jumlah usaha ritel di Indonesia masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2011 mencapai 18.152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia. Pertumbuhan jumlah gerai tersebut tentu saja diikuti dengan pertumbuhan penjualan.

            Untuk penyebaran toko, paling banyak di Pulau Jawa dengan 57 persen, dan Sumatera dengan 22 persen, sisanya 21 persen ada di pulau lain. Bisnis ritel lebih cepat tumbuh di pinggiran kota, karena banyaknya pemukiman di lokasi tersebut. Daerah inilah yang menjadi target dari ritel modern jenis minimarket.

            Berdasarkan sebaran geografisnya, gerai-gerai Pasar Modern tersebut terkonsentrasi di Pulau Jawa. Pada 2008, dari sekitar 11.866 gerai Pasar Modern, sekitar 83% diantaranyaberlokasi di Pulau Jawa (Tabel 4). Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur senantiasa menjadi daerah dengan jumlah gerai Pasar Modern terbanyak. Terkonsentrasinya gerai-gerai Pasar Modern di Pulau Jawa tidak lepas dari kondisi dimana konsentrasi penduduk dan pusat perekonomian Indonesia memang berada di pulau ini

            Menurut survei Nielsen dalam Hartati (2006), jumlah pusat perdagangan modern di Indonesia, baik hipermarket, supermarket, minimarket, hingga convenience store, meningkat hampir 7,4% selama periode 2003-2005. Dari total 1.752.437 gerai pada tahun 2003 menjadi 1.881.492 gerai di tahun 2005. Hal tersebut justru berbanding terbalik dengan pertumbuhan ritel tradisional yang tumbuh negatif sebesar delapan persen per tahunnya selama periode tahun 2003-2005.

            Sekalipun mengalami penurunan jumlah toko yang menjual barang-barang konsumen sebesar 1,3 persen dari tahun 2010, jumlah toko di Indonesia merupakan terbesar kedua di dunia setelah India. Jumlah toko (tradisional dan modern) di Indonesia mencapai 2,5 juta took hal ini dikutip dari Nielsen Executive Director Retail Measurement Services Teguh Yunanto pada tanggal 15/3/2011.

            Untuk penyebaran toko, paling banyak di Pulau Jawa dengan 57 persen, dan Sumatera dengan 22 persen, sisanya 21 persen ada di pulau lain. Namun, Teguh menjelaskan, ritel lebih tumbuh di pinggiran kota, mengingat lokasi permukiman banyak di daerah tersebut. Daerah inilah yang menjadi target dari ritel modern jenis minimarket.

            Ritel modern tumbuh 38 persen dengan 18.152 toko di Indonesia, dibandingkan tahun 2009. Dari jumlah tersebut, sekitar 16.000 toko merupakan minimarket. Namun format ritel modern lainnya, seperti supermarket justru turun 6 persen, sedangkan hypermarket tumbuh 23 persen dengan 154 toko

            Meskipun dinilai memiliki potensi besar seiring daya beli masyarakatnya yang semakin meningkat, pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia pada 2013 diprediksikan tidak akan sebesar tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2013, pertumbuhan bisnis ini berkisar antara 8-9 persen, lebih rendah dari 11-12 persen pada 2011-2012.

            Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara 10%–15% per tahun. Penjualan ritel pada tahun 2006 masih sebesar Rp49 triliun, dan melesat hingga mencapai Rp120 triliun pada tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2012, pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama, yaitu 10%–15%, atau mencapai Rp138 triliun. Jumlah pendapatan terbesar merupakan kontribusi dari hipermarket, kemudian disusul oleh minimarket dan supermarket

            Kota dan Kabupaten Bogor sebagai kawasan pemukiman penduduk yang merupakan daerah penyangga Jakarta, menjadi salah satu daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan pasar modern yang cukup pesat selama periode tahun 1997- 2008. Dengan populasi penduduk terbesar di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor yang pada tahun 2007 jumlah penduduknya mencapai 4.316.216 jiwa, menjadi kawasan yang menjanjikan dalam perkembangan bisnis ritel. Begitupun dengan Kota Bogor yang pada tahun 2007 jumlah penduduknya mencapai 866.034 jiwa.

            Penelitian ini menganalisis laju pertumbuhan pasar tradisional dan pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor serta faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan jumlah pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis panel data menggunakan data sekunder berupa jumlah pasar modern dan tradisional, populasi penduduk, jumlah rumah tangga, tingkat pendapatan per kapita, jumlah jalan diaspal, potensi listrik negara (daya terpasang) di Kota dan Kabupaten Bogor selama tahun 1997-2008. Hasil analisis menunjukan bahwa pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor pada periode tahun 1998-2003 lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Bogor. Sedangkan pada periode tahun 2003-2008, dimana era booming pasar modern mulai berlangsung, pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Bogor.

            Jumlah pasar tradisional di Kota Bogor pada periode tahun 1998-2003 mengalami pertumbuhan positif sedangkan di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan yang stagnan atau tidak terjadi pertumbuhan pasar tradisional pada periode tersebut. Namun pada periode tahun 2003-2008 pertumbuhan pasar tradisional di Kota Bogor mengalami pertumbuhan yang negatif. Sedangkan pertumbuhan pasar tradisional di Kabupaten Bogor pada periode tahun 2003-2008 mengalami pertumbuhan yang positif, dimana jumlah pasar tradisional bertambah sebanyak satu unit pada periode tersebut. Faktor yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor adalah populasi penduduk, jumlah rumah tangga dan tingkat pendapatan per kapita. Kenaikan pada populasi penduduk, jumlah rumah tangga, dan pendapatan per kapita di Kota dan Kabupaten Bogor menyebabkan jumlah pasar modern di Kota dan Kabupaten semakin meningkat.

            Oleh karena itu, bisnis retail sangatlah berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional. Karena penghasilan dari suatu bisnis retail, terlebih bisnis retail modern dapat membantu pendapatan jumlah per-kapita pada suatu daerah tertentu. Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per kapita juga merefleksikan PDB per kapita. Pendapatan per kapita sering digunakan sebagai tolok ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan per kapitanya, semakin makmur negara tersebut.

            Meningkatnya jumlah pendapatan perkapita itu dapat membantu suatu daerah untuk membangun kualitas SDM yang terdapat di sana. Serta beberapa persen pendapatan bisnis retail tersebut dapat disalurkan ke pendapatan nasional.

            Peritel merupakan distributor paling akhir karena langsung berhadapan dengan konsumen sebagai pemakai akhir. Peritel membeli produk dari perusahaan manufaktur atau distributor besar dan menjualnya kembali kepada konsumen. Peritel bekerjasama erat dengan para  pemasok dan distributor. Beberapa peritel  besar dalam industri ritel yang dikenal luas di Indonesia adalah PT Contimas Utama Indonesia (Carreffour) yang merupakan  bagian dari jajaran eceran raksasa yang induknya ada di Perancis. Peritel lainnya adalah PT Hero Supermarket Tbk (Hero), PT Alfa Retailindo (Alfa), PT Matahari Putera Prima (Matahari), PT Ramayana Lestari Sentosa (Ramayana), PT Makro Indonesia, dan PT Indomarco Primastama (Indomaret). Selain itu masih banyak lagi terdapat pemain-pemain lainnya berskala menengah maupun kecil.

            Matahari yang berdiri sejak tahun 1958 pada tahun 2005 telah memiliki 77 gerai, 43 supermarket, 8 hipermarket, dan 105 Timezone. Pada tahun 2006 jumlah hypermarket meningkat menjadi 18. Matahari sebagai pemimpin pasar di ritel terus berubah dengan melakukan inovasi-inovasi baru di berbagai unit bisnisnya, seperti perkembangan produk merek sendiri “Value Plus” yang ada di unit  bisnis Matahari Supermarket. Matahari  juga berhasil membuat terobosan baru dengan membuka gerai Matahari China, yang merupakan gerai pertama Matahari di luar Indonesia. Kids2kids yang merupakan “Specialty Store” Matahari Departement Store ini gerai pertamanya dibuka di Mal Kelapa Gading Jakarta pada bulan Oktober 2004. Pada tahun 2005 Kids2kids berhasil membuka 4 gerai baru. Private Label MDS (Matahari Departement Store) yang telah memiliki lebih dari 17 brand semakin ditingkatkan pengembangannya dalam segi kualitas dan berhasil menggandeng Intertex untuk mendapatkan standar mutu  produk Internasional. Pada tahun 2005 Matahari berhasil mendapatkan  penghargaan internasional sebagai “Gold-Top Retail” dari Retail Asia Pacific. Matahari telah menerima penghargaan ini selama dua tahun berturut-turut, dan hal ini merupakan penghargaan bergengsi dari dunia luar atas keberhasilan bisnis Matahari di tahun 2004 dan 2005.

            Sampai Februari 2005, gerai ritel di Indonesia mencapai 2.720 unit yang dioperasikan oleh 62 perusahaan yang  berhimpun dalam Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia). Data omzet  penjualan menurut Aprindo:
Tabel 1.
Omzet Penjualan Ritel
Tahun
Penjualan
2004
Rp 35 Triliun
2005
Rp 45 Triliun


            Riset AC Nielsen tahun 2003 menyebutkan total penjualan ritel Indonesia per tahun di atas Rp 600 Triliun. Di Indonesia tahun 2003 ada 267 departement store, 683 supermarket, 972 mini market, dan 43 hypermarket. Survey AC Nielsen mencatat di antara beberapa  bentuk ritel modern seperti supermarket, minimarket, pusat grosir, dan hipermarket,  pertumbuhan paling cepat dialami hipermarket dengan data sebagai berikut:
Tabel 2.
Data Hypermarket
Tahun
Jumlah Hipermarket
2003
43 Unit
2004
68 Unit


            Pertumbuhan ritel modern di Indonesia tentu saja menguntungkan konsumen karena semakin banyaknya  pilihan belanja, namun di sisi lain pangsa  pasar ritel tradisional terdesak. Adapun  perkembangan jumlah ritel modern sebagai  berikut:
Tabel 3.
Jumlah Ritel Modern
Tahun
Jumlah
2003
5.103 Unit
2004
6.804 Unit


            Berdasarkan data AC Nielsen, kontribusi penjualan pasar tradisional memang terus merosot. Pada tahun 2002 dominasi penjualan di segmen pasar tradisional mencapai 75%, maka pada tahun berikutnya turun hanya 70%. Sebaliknya, ritel modern hypermarket pada tahun 2002 pangsa penjualan 3%, mengalami kenaikan berturut-turut tahun 2003 menjadi 5% dan tahun 2004 menjadi 7%.

            Berdasarkan data AC Nielsen Asia Pasifik Retail and Shopper Trend 2005 menyebutkan bahwa di negara-negara Asia Pasifik (kecuali Jepang), pada tahun 1999– 2004 ratio keinginan masyarakat  berbelanja di pasar tradisional dan pasar modern sebagai berikut:
Tabel 4.
Rasio Keinginan Masyarakat Berbelanja di Pasar Tradisional dan Pasar Modern
Tahun
Pasar Tradisional
Pasar Modern
1999
65%
35%
2000
63%
37%
2001
60%
40%
2002
52%
48%
2003
56%
44%
2004
53%
47%

            Data ini menunjukkan bahwa kecenderungan keinginan masyarakat  berbelanja di pasar tradisional menurun, sedangkan keinginan mayarakat berbelanja di pasar modern meningkat dengan tingkat  penurunan/kenaikan 2% per tahun.

KESIMPULAN

            Bisnis retail sangatlah berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional. Karena penghasilan dari suatu bisnis retail, terlebih bisnis retail modern dapat membantu pendapatan jumlah per-kapita pada suatu daerah tertentu. Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per kapita juga merefleksikan PDB per kapita. Pendapatan per kapita sering digunakan sebagai tolok ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan per kapitanya, semakin makmur negara tersebut.

            Meningkatnya jumlah pendapatan perkapita itu dapat membantu suatu daerah untuk membangun kualitas SDM yang terdapat di sana. Serta beberapa persen pendapatan bisnis retail tersebut dapat disalurkan ke pendapatan nasional.
  
DAFTAR PUSTAKA


Minggu, 16 Maret 2014

Indonesia Berhasil Membawa Pulang 2 Gelar Juara Pada Ajang All England 2014!


Indonesia sukses membawa pulang dua gelar juara dari All England 2014. Hasil tersebut merupakan pencapaian terbaik 'Merah Putih' di turnamen bulutangkis tertua itu dalam 20 tahun.

Ganda putra yang diwakili pasangan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan mempersembahkan trofi juara pertama.

Memainkan partai final kedua di National Indoor Arena, Ahsan/Hendra menundukkan ganda putra Jepang Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa dua gim langsung 21-19, 21-19. Pasangan Jepang ini tahun lalu juga masuk kebabak final namun dikalahkan oleh pasangan China Liu Xiaolong/Qiu Zihan dua gim langsung 21-11 dan 21-9.

Keberhasilan Ahsan/Hendra diikuti oleh juara All England dua tahun belakangan, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.

Diunggulkan di tempat kedua, Tontowi/Liliyana membuat tak berkutik pasangan rangking satu Zhang Nan/Zhao Yunlei 21-13, 21-17 sekaligus memenangi gelar juara ketiga mereka. Tahun lalu kedua pasangan ini bertemu di final All England 2013 dan Tontowi/Liliyana berhasil mengalahkan dengan skor yang sama dan waktu yang sama seperti tahun 2013 yaitu 42 menit. 

Dengan ini, Tontowi/Liliyana mencetak Hattrick juara dalam ajang All England dan hasil ini menyamai dengan pasangan Korea Park Joo-bong/Chung Myung-hee yang menjuarai 3 kali berturut-turut pada tahun 1989-1991.

Pencapaian terbaik Indonesia di turnamen All England terjadi di tahun 1994 dengan membawa pulang tiga gelar dari nomor tunggal putra, tunggal putri dan ganda putra.

Tunggal putra dipersembahkan oleh Hariyanto Arbi, tunggal putri dari Susi Susanti sedangkan ganda putra lewat Rudy Gunawan/Bambang Suprianto.


Source :