Kasus Kospin (Koperasi Simpan Pinjam) di Kabupaten Pinrang,
Sulawawesi Selatan yang menawarkan bunga simpanan fantastis hingga 30%
per bulan sampai akhirnya nasabah dirugikan ratusan milyar rupiah,
ternyata belum menjadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia.
Bagi Anda
yang belum pernah tahu Kabupaten KarangAsem, belakangan ini akan semakin
sering mendengar nama KarangAsem di media massa. Apa pasalnya, sehingga
nama KarangAsem mencuat? Jawaban paling sahih, mencuatnya nama
KarangAsem akibat adanya kasus investasi Koperasi KarangAsem Membangun.
Kabupaten KarangAsem adalah salah satu kabupaten di Provinsi Bali.
Kabupaten ini masih tergolong kabupaten tertinggal dengan tingkat
pendidikan masyarakat yang rendah dan kondisi perekonomian daerah yang
relatif ‘morat-marit’. Data dari Pemda Karangasem menyebutkan pendapatan
per kapita masyarakat hanya sekitar Rp 6 juta per tahun. Pada tahun
2006 lalu, di kabupaten ini lahirlah sebuah koperasi dengan nama
Koperasi KarangAsem Membangun (KKM). KKM ini dalam operasinya mengusung
beberapa nama ‘besar’ di daerah tersebut. Pengurus KKM, misalnya,
diketuai oleh Direktur Utama PDAM Karangasem, I Gede Putu Kertia,
sehingga banyak anggota masyarakat yang tidak meragukan kredibilitas
koperasi tersebut. Dengan bekal kredibilitas tersebut, KKM tersebut
mampu menarik nasabah dari golongan pejabat dan masyarakat berpendidikan
tinggi.
KKM sebenarnya bergerak pada beberapa bidang usaha, antara lain
simpanpinjam, toko dan capital investment. Salah satu layanan KKM yang
menjadi ‘primadona’ adalah Capital Investment (Investasi Modal). Layanan
Capital Investment yang dikelola oleh KKM menjanjikan tingkat
pengembalian investasi sebesar 150% setelah tiga bulan menanamkan modal.
Dengan kondisi sosial dimana mayoritas masyarakat tergolong ekonomi
kurang mampu dan juga pendidikan yang relative rendah, iming-iming
keuntungan sebesar itu tentunya sangat menggiurkan. Lucunya, ada juga
beberapa anggota DPRD Kabupaten Karangasem yang ikut ‘berinvestasi’ di
KKM, bahkan ada yang sampai menanamkan modal sebesar Rp.400 juta.
Konyolnya, walaupun KKM menawarkan produk investasi, koperasi tersebut
sama sekali tidak mengantongi ijin dari Bapepam.
Pada kenyataannya,
sebenarnya layanan Investment Capital tersebut adalah penipuan model
piramida uang. Sebagian nasabah yang masuk duluan, memang berhasil
mendapatkan kembali uangnya sekaligus dengan ‘keuntungannya’. Seorang
pemodal misalnya, memberikan testimoni bahwa hanya dengan bermodalkan Rp
500 ribu, dalam waktu 3 bulan ia mendapatkan hasil Rp.1,5 juta. Dengan
iming-iming 150% tersebut, antara November 2007 hingga 20 Februari 2009,
KKM berhasil menjaring 72.000 nasabah dengan nilai total simpanan
Rp.700 milyar.
Beruntung Bupati Karangasem, I Wayan Geredeg cepat
bertindak, dengan meminta kepolisian segera menutup bisnis investasi ala
KKM tersebut. Hasil penyitaan asset, hanya berhasil menyita asset
senilai Rp.321 milyar atau hanya separuh dari simpanan total nasabah
Rp.700 milyar. Lebih dari Rp.400 milyar uang nasabah tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
Analisis :
Sudah sering terjadi beberapa kali kasus seperti ini di indonesia mengenai koperasi. Seharusnya pemerintahan setempat memberi penyuluhan kepada warganya mengenai koperasi, sifat koperasi yang baik dan buruknya. Dan sekiranya para petinggi daerah melaukukan penyuluhan
guna untuk menambah pengetahuan warga mengenai cara bernasabah di koperasi
yang sehat agar mereka tau dan dapat mengindar dari penipuan yang dapat
merugikan ini, atau dengan cara memberikan rekomendasi investasi yang bagus.
Dan masyarakat jangan mudah terpengaruhi oleh iming-imingan dengan keuntungan
yang besar. Pada dasarnya segala sesuatu yang instan, akan berakhir dengan cara
yang instan juga.