Istilah triple bottom line
pertama kali diperkenalkan oleh John Elkington (1998) dalam bukunya yang
berjudul Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business.
Elkington menganjurkan agar dunia usaha perlu mengukur sukses (atau kinerja)
tak hanya dengan kinerja keuangan (berapa besar deviden atau bottom line yang
dihasilkan), namun juga dengan pengaruh terhadap perekonomian secara luas,
lingkungan dan masyarakat di mana mereka beroperasi. Disebut triple sebab
konsep ini memasukkan tiga ukuran kinerja sekaligus:Economic, Environmental,
Social (EES) atau istilah umumnya 3P: “Profit-Planet-People”.
Tanggung jawab sosial perusahaan
merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip yang dikenal dengan
triple bottom lines oleh Eklington (Amalia, 2007: 11):
1. Profit
Profit merupakan unsur terpenting
dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Perusahaan tetap harus
berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus
beroperasi dan berkembang. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak
profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi
biaya, sehingga perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang dapat
memberikan nilai tambah semaksimal mungkin.
2. People
Perusahaan harus memiliki
kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Menyadari bahwa masyarakat sekitar
perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, karena
dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan
hidup, dan perkembangan perusahaan. Maka sebagai bagian yang tak terpisahkan
dengan masyarakat lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya
memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. Misalnya, pemberian
beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan
kesehatan, serta penguatan kapasitas ekonomi lokal.
3. Planet
Hubungan perusahaan dengan
lingkungan adalah hubungan sebab akibat, dimana jika perusahaan merawat
lingkungan maka lingkungan akan memberikan manfaat kepada perusahaan. Sudah
kewajiban perusahaan untuk peduli terhadap lingkungan hidup dan berkelanjutan
keragaman hayati. Misalnya, penghijauan lingkungan hidup, perbaikan pemukiman,
serta pengembangan pariwisata (ekoturisme).
Dalam gagasan tersebut, perusahaan
tidak lagi diharapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom
line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi financial-nya saja,
namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya. Perusahaan tidak
lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak hanya pada single bottle
lines yaitu, nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam
kondisi keuangannya (financial) saja, tetapi tanggung jawab perusahaan harus
berpijak pada triple bottom lines, yaitu berupa: finansial, sosial dan
lingkungan. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh
dan berkembang secara berkelanjutan (sustainable development). Keberlanjutan
perusahaan akan terjamin apabila korporasi juga turut memperhatikan demensi sosial
dan lingkungan hidup. Konsep CSR tampaknya dapat memberikan suatu perubahan
yang baru dalam dunia bisnis, namun tidak sedikit pendapat yang meragukannya.
Banyak orang berpendapat bahwa sebuah perusahaan yang kini telah meninggalkan
konsep one line reporting dan mulai menggunakan tripple line reposrting harus
diwaspadai dengan ketat karena CSR pada saat itu merupakan suatu trend yang
mungkin saja diikuti perusahaan hanya untuk meningkatkan daya saingnya. CSR
dipandang hanyalah dalih perusahaan untuk menunjukkan citra baik ke publik
sehingga beberapa tindakan kotor dalam perusahaan dapat tertutupi oleh kegiatan
CSR. Namun, terlepas dari upaya pencitraan melalui CSR, perusahaan memang
seharusnya tetap giat menyelenggarakan kegiatan CSR sebagai langkah pastinya
dalam bertanggungjawab atas keuntungan yang ia dapatkan dari lingkungan
sosialnya. Pelaksanaan CSR yang baik dan tulus dari perusahaan akan tentunya
dapat menciptakan suatu perkembangan yang terus-menerus bagi perusahaan dan
tentunya tidak merugikan pihak sosial di sekitar perusahaan tersebut.
Tanggung jawab sosial perusahaan
(Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep yang
dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk
tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu
berada. CSR atau TJSL sebagai suatu konsep, berkembang pesat sejak 1980 an
hingga 1990 an sebagai reaksi dan suara keprihatinan dari organisasi-organisasi
masyarakat sipil dan jaringan tingkat global untuk meningkatkan perilaku etis,
fairness dan responsibilitas korporasi yang tidak hanya terbatas pada
korporasi, tetapi juga pada para stakeholder dan komunitas atau masyarakat
sekitar wilayah kerja dan operasinya.
Triple
Bottom Line dalam Praktek
Jika Anda memutuskan untuk
menjelajahi konsep lebih lanjut, mulai dengan meneliti apa yang perusahaan lain
lakukan untuk membuat perubahan positif dalam cara mereka melakukan bisnis.
Melihat langkah-langkah mereka telah diambil akan menghemat waktu Anda
brainstorming tentang cara-cara untuk meningkatkan bisnis Anda sendiri.
Beberapa contoh dari industri yang berbeda termasuk:
Sebuah deliverable internasional
dan perusahaan kemasan telah mengambil langkah-langkah drastis untuk mengurangi
jejak ekologi, dan saat ini memiliki sekitar 30% dari toko dengan menggunakan
energi terbarukan.
Sebuah bisnis es krim telah
menetapkan tujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 10% selama
beberapa tahun mendatang. Hal ini juga telah mulai menyelidiki cara yang lebih
ramah lingkungan untuk paket es krim, dan berencana untuk mengurangi limbah
oleh setidaknya 1.000 ton.
Sebuah perusahaan hanya membeli
biji kopi dari petani yang menanam kopi dengan cara yang ramah lingkungan, dan
dibutuhkan sakit untuk memastikan bahwa semua pekerja yang diperlakukan dengan
adil, dan menerima upah keterampilan hidup bagi mereka.
Sebuah perusahaan komputer
berfokus banyak upaya masyarakat ke arah program pelatihan dan pendidikan. Ini
membantu anak-anak yang kurang mampu dengan memberikan mereka akses ke
teknologi, dan memiliki tujuan untuk mendaur ulang 60% limbah tahunan.
Dengan mengambil waktu untuk
mulai menggunakan pendekatan triple bottom line, Anda mungkin akan terkejut
betapa positif reaksi akan berasal dari kolega Anda dan pelanggan Anda.
Kapan
Menggunakan Triple Bottom Line
The Triple Bottom Line pada
dasarnya adalah sebuah sistem pelaporan. Dari dirinya sendiri, tidak
benar-benar meningkatkan dampak perusahaan pada orang atau lingkungan, lebih
dari tindakan memproduksi satu set akun manajemen akan mempengaruhi laba.
Namun, dapat digunakan untuk
mendorong perbaikan dalam cara organisasi dampak masyarakat dan lingkungan
dengan membantu manajer fokus pada apa yang harus mereka lakukan untuk
memperbaiki semua garis bawah, dan menjaga pekerjaan ini tinggi pada agenda
mereka. Dalam kasus ini, Triple Bottom Line digunakan sebagai jenis Balanced
Scorecard .
Seperti semua sistem pengukuran,
meskipun, biaya monitoring dan menghitung tiga garis bawah dapat cukup besar.
Dan Anda hanya bisa membenarkan biaya ini jika Anda dapat melakukan beberapa
kebaikan yang lebih besar sebagai akibat dari memiliki angka. Apa lagi, Anda
tentu tidak harus memiliki laporan Bottom Line Triple tempat untuk
memperlakukan orang dengan baik, atau teliti tentang pengaruh Anda pada
lingkungan. Dalam banyak kasus, uang yang dapat dihabiskan pada pemantauan
Triple Bottom Line yang lebih baik dapat digunakan pada orang-atau planet-ramah
inisiatif.
Tip:
Hal ini juga perlu
dipertimbangkan dalam konteks pemantauan dan mengelola kemajuan organisasi
menuju pencapaian yang Faktor Kritis Sukses .
Poin
Penting :
The Triple Bottom Line adalah
cara mengukur dampak organisasi pada masyarakat dan lingkungan serta
keuangannya.
Beberapa perusahaan menemukan
bahwa menggunakan itu untuk memantau lebih dari sekedar garis keuangan membantu
mereka memperbaiki cara bahwa mereka memperlakukan orang-orang baik di dalam
dan di luar organisasi, dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar